PURWAKARTA || pena Silalahi
Purwakarta, Sebuah kasus penindakan terhadap penjual rokok ilegal bernama Jumadi Abdulloh warga Desa Pesawahan Anyar, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Purwakarta, telah menimbulkan kontroversi. Jumadi ditangkap oleh tim Bea Cukai Purwakarta dengan barang bukti belasan ribu batang rokok tanpa cukai.jumat (26/09/225)
Namun, keluarga Jumadi menuturkan bahwa penangkapan tersebut tidak sesuai dengan SOP yang berlaku. Mereka mengaku tidak mengetahui identitas penangkap dan tidak ada pihak lain seperti TNI atau Polri yang menyertai proses penangkapan.
Keluarga Menolak Tawaran Bea Cukai karena tak bisa berikan sejumlah miliaran rupiah kepada Bea Cukai Purwakarta yang menawarkan kepada keluarga Jumadi untuk mengganti kerugian negara sebesar Rp 1.050.000.000. Namun, keluarga Jumadi merasa keberatan dengan jumlah yang sangat besar tersebut dan tidak yakin bahwa barang bukti yang disita adalah miliknya.
Ormas Gibas Turun Tanganguna mengadvokasi Jumadi karena menurut mereka afakejanggalan, Organisasi Masyarakat (Ormas) Gibas yang dipimpin oleh Dede Supriatna alias Debleng, turun tangan untuk membantu Jumadi. Mereka menduga adanya kesalahan SOP dalam penangkapan Jumadi dan meminta Bea Cukai Purwakarta untuk memberikan penjelasan.
Dalam Aturan nya,berdasarkan Pasal 54 UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, penindakan terhadap penjual rokok ilegal harus dilakukan oleh petugas penegak hukum seperti Polisi dan Bea Cukai. Selain itu, SOP penangkapan juga harus melibatkan operasi penegakan hukum seperti "Gempur Rokok Ilegal".
Dede Supriatna alias Debleng meminta Bea Cukai Purwakarta untuk memberikan klarifikasi atas kasus ini, Ia juga berharap Bupati Purwakarta dapat memberikan perhatian kepada masyarakatnya dan memastikan bahwa penindakan terhadap penjual rokok ilegal dilakukan dengan adil dan sesuai dengan SOP.
Namun dalam hal ini, bea Cukai Purwakarta Membantah adanya tuduhan bahwa mereka melakukan penindakan tanpa mengikuti SOP. Mereka menawarkan kepada keluarga Jumadi untuk menggugat di praperadilan jika mereka merasa tidak puas dengan proses penindakannya
(Dwi,)